TALIABU – Himpunan Mahasiswa Taliabu (HMT) Cabang Ternate mengecam keras tindakan Pemerintah Provinsi Maluku Utara yang secara nyata mengabaikan keberadaan Kabupaten Pulau Taliabu dalam dokumen resmi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2025-2029.

Tidak tercantumnya nama Taliabu secara eksplisit dalam program-program prioritas provinsi menjadi indikator kuat dari adanya penghilangan struktural dan diskriminasi administratif yang serius.

Sebagai bagian sah dari Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau Taliabu memiliki hak konstitusional atas pengakuan, perencanaan, dan alokasi pembangunan yang setara. Namun kenyataan menunjukkan bahwa dokumen RPJMD justru memperlihatkan kecenderungan eksklusi wilayah, di mana Taliabu seolah bukan bagian dari peta pembangunan Maluku Utara.

Sebagai gubernur, Sherly Tjoanda memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin bahwa seluruh wilayah dalam provinsi yang ia pimpin terakomodasi secara adil dan proporsional dalam perencanaan pembangunan.

Ketua umum Himpunan Mahasiswa Taliabu Cabang Ternate, Angriani, menyatakan bahwa RPJMD tanpa Taliabu bukan sekadar kelalaian administratif. Ini adalah bentuk pengabaian sistemik terhadap daerah yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus dalam konteks ketimpangan wilayah dan keadilan spasial.

Kekeliruan ini semakin diperparah oleh persoalan Dana Bagi Hasil (DBH) yang hingga saat ini belum disalurkan sepenuhnya kepada Kabupaten Pulau Taliabu. Pernyataan Gubernur Sherly dalam sejumlah kesempatan publik yang menyebut bahwa Pemprov telah menyalurkan masing-masing Rp15 miliar ke seluruh kabupaten/kota terbukti tidak sesuai dengan kenyataan.

Pada April 2025, Komisi II DPRD Kabupaten Pulau Taliabu bersama Bagian Pendapatan Daerah telah menemui langsung pihak Pemprov Maluku Utara untuk membahas tunggakan DBH. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa utang DBH Pemprov kepada Pemkab Pulau Taliabu per 31 Desember 2024 telah mencapai lebih dari Rp36 miliar. Sampai saat ini, utang tersebut belum dibayarkan secara penuh dan tidak ada transparansi resmi dari Pemprov terkait penyalurannya. Ini merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak fiskal daerah, serta pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

“Pernyataan seorang gubernur yang bertolak belakang dengan fakta adalah preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan. Ini bukan sekadar kegagalan administratif, tapi potensi kebohongan politik yang merugikan hak fiskal rakyat Taliabu,” ujar Ketua Umum HMT.

HMT Cabang Ternate menilai bahwa pengabaian ini bukan hanya persoalan teknis, melainkan merupakan masalah struktural yang berimplikasi pada ketimpangan pembangunan, pengucilan wilayah, dan pelanggaran terhadap semangat otonomi daerah.

Atas dasar itu, HMT Cabang Ternate menyatakan tuntutan sebagai berikut:

1. Mendesak revisi RPJMD Provinsi Maluku Utara agar memuat secara eksplisit program-program untuk Kabupaten Pulau Taliabu dan Kepulauan Sula, sesuai prinsip keadilan spasial.
2. Menuntut pertanggungjawaban Gubernur Maluku Utara atas pernyataan publik yang tidak sesuai fakta-fakta terkait penyaluran Dana Bagi Hasil.
3. Mendukung langkah DPRD Taliabu dan Pemkab untuk menuntut hak fiskal dan mengawal pembayarannya hingga tuntas, termasuk melalui saluran hukum dan lembaga pengawasan.
4. HMT akan melakukan konsolidasi, kajian hukum, serta langkah-langkah advokasi publik untuk mendesak pertanggungjawaban Pemprov atas tindakan pengabaian ini.
5. Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, akademisi, tokoh adat, dan pemuda Taliabu untuk bersatu menolak bentuk-bentuk marginalisasi birokratis yang terus berulang.

Taliabu bukan titik kecil dalam peta Maluku Utara. Taliabu adalah tanah berdaulat dengan hak yang setara.

Sumber : Press Rilis HMT Cabang Ternate

Mawan Mawan
Editor
Seputar Taliabu
Reporter