Oleh: Muzizat Armin
(Alumni PB Permata)
Tulisan ini diangkat sebagai representasi keresahan kami sebagai mahasiswa asal Taliabu yang berkuliah di Kabupaten Luwuk, Sulteng.
Saya sedikit mengulik berbagai macam kontroversial di Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara.
Baik soal pembangunan infrastruktur, perekonomian, tingkat kemiskinan bahkan soal jiwa manusia.
Soal menakar pembangunan dan lain-lain mungkin terbukti bahwa Taliabu masih lambat dalam hal tersebut.
Karena itu, Taliabu sendiri masih ditandai sebagai daerah 3T yaitu terdepan, tertinggal dan terluar.
Dari opsi diatas, persoalan kesehatan manusia di wilayah Pulau Taliabu besar kemungkinan terancam.
Bagaimana tidak, belasan tahun Taliabu dimekarkan sebagai Kabupaten, perhatian terhadap jiwa manusia masih minim.
Buktinya, dari tahun ke tahun orang-orang Taliabu yang sakit parah harus dirujuk ke luar daerah.
Kebanyakan, pasien asal Taliabu dibawa untuk berobat ke Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Saya pun sebagai mahasiswa yang berkuliah di wilayah Kabupaten Luwuk, merasa miris dengan kondisi ini.
Misalnya pasien yang mengalami kondisi krisis penikaman dan ibu hamil yang sering di rujuk.
Bayangkan, ibu hamil yang akan di melahirkan harus melawan ombak Sulawesi, selama satu hari satu malam.
Alhasil, banyak ibu hamil yang menjadi korban atas masalah ini.
Kasus ini pun baru saja terjadi 17 April 2023 lalu. Salah satu ibu hamil meninggal dunia di Luwuk dengan harapan untuk melahirkan anaknya.
Saya mengamati dan menggarisbawahi masalah tersebut adalah tidak memadainya fasilitas pendukung kesehatan.
Padahal, seluruh Kecamatan di Taliabu telah memiliki puskesmas masing-masing.
Begitu juga di Ibukota Kabupaten Pulau Taliabu memiliki satu rumah sakit daerah yang saya nilai belum mampu menolong pasien di Taliabu.
Saya bersama teman-teman Pengurus Besar Persatuan Mahasiswa Taliabu (PB Permata) yang berada di Luwuk sering terlibat penuh dalam membantu pasien-pasien dari Taliabu.
Sekretariat PB Permata di Luwuk menjadi saksi. Pasien-pasien dari Taliabu kami rawat di ruang seadanya.
Parahnya, ketika pasien asal Taliabu meninggal dunia, kami sebagai mahasiswa terkendala sarana seperti ambulance dan lain-lain.
Sungguh malang nasib para pasien Taliabu ketika sakit parah di Luwuk.
Dari sini, kami menilai bahwa Pemerintah Daerah Taliabu, sedikitpun tidak serius mengurusi kesehatan manusia.
Sebab jika ada perhatian, Pemerintah Daerah Taliabu harusnya menggenjot fasilitas pendukung di RSU daerah.
Kami berpendapat bahwa Pemerintah Daerah Taliabu belum mampu melindungi masyarakatnya untuk bertahan hidup.
Sehingga, kami mahasiswa Taliabu yang berkuliah di Luwuk akan tetap konsisten dan komitmen akan mempresure masalah tersebut yang banyak memakan korban jiwa.
Bukti keseriusannya, kami telah membahas kasus ini antar Ikatan Alumni Mahasiswa Luwuk dan PB Permata.
Kami akan terus menyikapi kasus ini secara tuntas dalam waktu dekat ini meski harus berdarah-darah demi keselamatan banyak orang.
Kami tegaskan, Pemerintah Daerah Taliabu melanggar pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya.
***
2 Komentar
bqxano
qnsgwz