TALIABU – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pinjaman Daerah Rp115 miliar DPRD Pulau Taliabu, Budiman L. Mayabubun menyampaikan secara teknis pasnus dibentuk untuk membuka terang dugaan masalah dan ketidakjelasan dalam proses pinjaman daerah.

Dimana, fokus pengawasan mencakup prosedur proposal pengajuan, persetujuan DPRD, kesesuaian regulasi, penggunaan dana, hingga resiko fiskal yang mungkin timbul.

Ia menambahkan masa kerja Pansus ditetapkan selama 60 hari. Saat ini, Pansus tengah menyusun rencana kerja dengan objek pemeriksaan berupa dokumen pinjaman, MoU, APBD perubahan atau APBD tahun berkenaan, serta dokumen pendukung lain yang menjadi syarat sah pinjaman daerah.

Setelah itu, Pansus akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mengumpulkan data dan informasi, di antaranya dokumen resmi pinjaman, Perda tentang pinjaman, persetujuan DPRD sebelumnya, perjanjian pinjaman dengan lembaga keuangan, serta dokumen APBD terkait.

Selnjutnya, pansus juga akan memanggil pihak-pihak terkait seperti BPKAD, Bappeda, Dinas PUPR, Dinas Perhubungan, Dinas Perindakop, Inspektorat, bahkan bila diperlukan menghadirkan BPK, Kementerian Keuangan, mantan pimpinan DPRD, maupun mantan Bupati.

Menurutnya, tujuan RDP ini jelas yakni untuk menguji legalitas, transparansi, dan urgensi pinjaman daerah, sekaligus membandingkannya dengan ketentuan hukum. Apakah benar persetujuan DPRD sebelumnya sudah ditempuh sesuai mekanisme, atau justru ada penyimpangan.

“Dari hasil itu kita akan analisis kesesuaian dengan batasan pinjaman daerah serta mengkaji proyek yang dibiayai. Jangan sampai realisasi pinjaman berbeda dari dokumen persetujuan. Misalnya, disetujui untuk membangun jembatan tetapi malah digunakan membangun MCK, maka jelas penggunaan anggaran itu tidak sah dan melanggar aturan,” tegasnya.

Lebih jauh, jika terbukti pinjaman Rp115 miliar tersebut cacat prosedural, maka perjanjian kredit bisa dinyatakan tidak sah. Hal ini berimplikasi serius karena Bupati dapat dianggap melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta PP Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah.

“Dari sisi keuangan daerah, dana pinjaman Rp115 miliar yang sudah masuk ke kas daerah dan dibelanjakan bisa masuk kategori pengeluaran tidak sah. Itu sama artinya dengan belanja tanpa dasar hukum. Jika terbukti, seluruh penggunaan anggaran itu otomatis tidak sah dan bisa direkomendasikan ke Aparat Penegak Hukum (APH),” ungkapnya.

Dari sisi pidana maupun etik, apabila ada unsur kesengajaan melanggar prosedur, maka kasus ini dapat masuk ranah tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam UU Tipikor Pasal 2 dan 3.

“Pansus pada akhirnya bisa menyerahkan hasil penyelidikan ini ke APH, baik Kejaksaan, KPK, maupun Polda Maluku Utara,” tutupnya.

Mawan Mawan
Editor
Mawan Mawan
Reporter