TALIABU – Menjelang capaian 100 hari kerja kepemimpinan Bupati Pulau Taliabu, Sashabila Mus, sorotan publik justru tertuju pada dua kepala pemerintahan kecamatan yang dinilai berulah dan menimbulkan kegaduhan di internal birokrasi.
Beberapa pekan lalu, salah satu camat terpaksa harus dicopot jabatannya lantaran melakukan pelanggaran etika birokrasi sebagai aparatur sipil negara.
Kali ini, ada camat yang berinisiatif melakukan pungutan kepada kepala desa hingga ASN/PPPK guna keperluan HUT RI ke-80 di wilayah kerjanya.
Dari dua masalah pimpinan wilayah tersebut, serentak mendapat respon dari kepala daerah (Bupati-Wabup/red) karena diduga melakukan tindakan yang tidak mencerminkan profesionalitas sebagai aparatur pemerintah.
Dari kasus-kasus seperti ini, masa 100 hari kerja bupati yang diharapkan menjadi momentum konsolidasi pembangunan dan pelayanan masyarakat, seharusnya didukung penuh oleh seluruh perangkat pemerintahan di daerah.
Aktifis Aliansi Peduli Taliabu menilai, ulah oknum camat itu bisa mengganggu ritme kinerja bupati dalam mendorong percepatan pembangunan di berbagai sektor. Apalagi, kinerja pemerintahan kecamatan memiliki peran penting sebagai ujung tombak pelayanan publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Bupati sedang berupaya keras menata pemerintahan dan fokus pada target 100 hari kerja. Kalau ada camat yang justru membuat kisruh, ini jelas kontraproduktif,” ujar Sauti Jamadin, salah satu aktifis peduli Taliabu.
Dia berharap, Bupati Sashabila Mus segera mengambil langkah tegas untuk menertibkan oknum pimpinan wilayah yang dinilai tidak sejalan dengan semangat kerja pemerintah daerah.
“Hal ini penting agar program pembangunan dan pelayanan publik tetap berjalan lancar tanpa hambatan,” tutupnya.