TALIABU – Kejaksaan Negeri Pulau Taliabu melakukan Penyuluhan Hukum terhadap siswa dan para guru SMP Negeri 5 Taliabu Barat, Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara, tentang bahaya narkoba dan bullying. Jumat (15/8/2025).
Kegiatan tersebut bertajuk “Jaksa Masuk Sekolah” materi yang disampaikan yaitu, memperkenalkan apa itu kejaksaan, serta membahas terkait masalah kenakalan remaja yang sering terjadi dan merujuk pada perbuatan tindak pidana yang menimbulkan akibat hukum.
Staf Intelejen Kejari Pulau Taliabu, Rochmattullah dalam penyampaian materi tentang Narkotika menjelaskan, narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
“Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rochmatullah menyampaikan bahwa, bahan adiktif disini merupakan bahan atau bukan Narkotika dan Psikotropika seperti alkohol, etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup maupun zat pelarut. Ini sering kali pemakaian melalui rokok dan alkohol. Ini sering terjadi terutama pada kelompok remaja (usia 12-20 tahun).
“Karena itu harus diwaspadai, karena umumnya pemakaian kedua zat tersebut cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya,” ujarnya.
Dia menuturkan, akibat hukum dari penyalahgunaan Narkotika berdasarkan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu, kategori pertama, berupa pidana penjara selama paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp. 800.000.000, dan paling banyak Rp. 8.000.000.000.
“Kategori kedua, berupa pidana penjara selama paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000 dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,” sambungnya.
Selain itu, Ia juga menjelaskan terkait masalah Bullying atau perundungan. Kata dia, kasus suatu bentuk tindakan agresif yang dilakukan seseorang dengan sengaja dan berulang kali dengan tujuan untuk melukai atau mengakibatkan ketidaknyamanan pada orang lain dengan dilakukan baik secara fisik, lisan, maupun cara lain yang lebih halus seperti memaksa atau memanipulasi yang biasanya pada lingkungan sekolah terdapat suatu kelompok yang melakukan bullying cenderung merasa berkuasa dan menganggap anak lain lebih lemah dari mereka.
“Misalnya, bullying fisik, meliputi tindakan: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang dan lain – lain,” terangnya.
Sementara, bullying verbal, menurut dia, terdeteksi karena tertangkap oleh indera pendengaran, seperti memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyebar gosip dan menyebar fitnah.
“Ada juga bullying mental atau psikologis biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan,” terangnya.
Menurutnya, akibat hukum yang ditimbulkan dari tindakan perundungan atau bullying di sekolah berdasarkan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak, antara lain, Bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 yang mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak , dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
“Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta namun, apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp3 miliar,” tutupnya.