TALIABU – Sangat mengherankan, bahkan bisa dibilang aneh bin ajaib ketika kritikan anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, Mislan Syarif, yang meminta perhatian serius terhadap pemerataan pembangunan hingga ke Pulau Taliabu justru menuai bantahan dari sejumlah tokoh politik dan birokrasi, termasuk Bupati Pulau Taliabu sendiri.

Pernyataan Mislan Syarif disampaikan dalam sidang paripurna terkait dokumen RPJMD Provinsi Maluku Utara, yang menurut hemat kami merupakan bagian dari tanggung jawab wakil rakyat untuk menyuarakan aspirasi di wilayahnya. Namun, alih-alih mendapat dukungan dari pihak eksekutif daerah, justru muncul narasi yang menyebut bahwa Pemprov Malut telah memberikan cukup banyak program kepada Taliabu. Pernyataan yang sungguh kontrakditif, jika ditinjau dari fakta lapangan dengan kondisi yang dialami masyarakat Taliabu selama bertahun-tahun.

Ini bukan soal suka atau tidak suka, ini tentang konsistensi perjuangan membela kepentingan rakyat. Sejak era Hi. Thaib Armayn, Alm, KH. Abdul Gani Kasuba, hingga kini Serly Djoanda memimpin Maluku Utara, Pulau Taliabu selalu menjadi wilayah yang minim sentuhan pembangunan strategis. Penderitaan masyarakat akibat keterisolasian, buruknya infrastruktur, dan minimnya pelayanan dasar itu kenyataan yang dirasakan.

Namun, sangat disayangkan, ketika ada satu dua pihak yang mencoba menyuarakan hal ini, justru dibantah oleh pemimpin daerah sendiri. Bukankah lebih bijak jika para pemimpin ini bergandengan tangan dengan DPRD untuk menyuarakan kebutuhan Taliabu, daripada membela narasi indah yang tak berdasar?

Lebih menyakitkan lagi, muncul alasan yang menyebut bahwa Taliabu tidak memiliki data sehingga tidak mendapat perhatian. Ini jelas tak masuk akal. Setiap tahun ada Musrenbang, konsultasi dan tukar data antarlembaga. Bahkan, bukti paling nyata dan tertulis adalah keberadaan Pulau Seho yang secara administratif berada di Pulau Taliabu, namun anehnya di dalam buklet dicantumkan seolah di wilayah lain.

Kunjungan terakhir Wakil Gubernur Sarbin Sehe ke Taliabu pun menjadi bukti betapa Taliabu tidak masuk dalam radar prioritas. Dalam agendanya, tidak satu pun lokasi pembangunan strategis yang ditinjau. Bahkan disaat kedatangannya (Wagub/red) sudah disambut dengan listrik yang padam secara bergiliran di Pulau Taliabu yang menandakan Taliabu sedang mengalami krisis energi listrik. Namun, alih-alih mengunjungi kantor PLN yang berada di Bobong (Ibu kota Taliabu) justru ia bersikap seolah-olah tidak ada permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Taliabu.

Apakah waktu terlalu sempit? Apakah ada agenda yang lebih penting di Ternate atau Jakarta? Jika benar demikian, maka sangat menyedihkan bahwa prioritas pembangunan dan perhatian pemimpin terhadap Taliabu hanya selevel seremoni belaka.

Pulau Taliabu bukan pinggiran yang bisa diabaikan. Rakyat di sini punya hak yang sama untuk diperjuangkan. Dan seharusnya, pemimpin daerah tak ikut menepis kenyataan pahit ini, tetapi justru menjadi ujung tombak yang memperjuangkannya di hadapan pemerintah provinsi maupun pusat.

Mawan Mawan
Editor
Mawan Mawan
Reporter